Dahulu kala, langit dan laut saling jatuh cinta.
Mereka sama-sama saling menyukai satu sama lain.
Saking sukanya laut terhadap langit, warna laut sama dengan langit.
Saking sukanya langit terhadap laut, warna langit sama dengan laut.
Setiap senja datang, si laut dengan lembut sekali membisikkan
"aku cinta padamu" ke telinga langit. Setiap langit mendengar bisikan penuh cinta laut pun,
langit tidak menjawab apa-apa, hanya tersipu-sipu malu wajahnya semburat kemerahan.
Suatu hari, datang awan... Begitu melihat kecantikan si langit, a
wan seketika itu juga jatuh hati terhadap langit.
Tentu saja langit hanya mencintai laut, setiap hari hanya melihat laut saja.
Awan sedih tapi tak putus asa, mencari cara dan akhirnya menemukan akal bulus.
Awan mengembangkan dirinya sebesar mungkin dan menyusup
ke tengah-tengah langit dan laut,
menghalangi pandangan langit dan laut terhadap satu sama lain.
Laut merasa marah karena tidak bisa melihat langit, sehingga
dengan gelombangnya laut berusaha menyibak awan yang mengganggu pandangannya.
Tapi, tentu saja, tidak berhasil. Lalu datanglah angin yang sejak dulu
mengetahui hubungan laut dan langit. Angin merasa harus membantu mereka
menyingkirkan awan yang mengganggu. Dengan tiupan keras dan kuat, angin meniup awan.
Awan terbagi-bagi menjadi banyak bagian, sehingga tidak bisa lagi melihat langit dengan jelas, tidak bisa lagi berusaha mengungkapkan perasaan terhadap langit.
Sehingga ketika merasa tersiksa dengan perasaan cinta terhadap langit,
awan menangis sedih.
Hingga sekarang, kasih antara langit dan laut tidak terpisahkan.
Kita juga bisa melihat di mana mereka menjalin kasih.
Setiap memandang ke ujung laut,
di mana ada satu garis antara laut dan langit,
di situlah mereka sedang pacaran.
Minggu, 31 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar