Pada sebatang pohon kecil, hiduplah beberapa daun yang tumbuh bersama.
Di antara daun-daun tersebut terdapat sebuah daun yang sangat besar dan kuat.
Daun itu diagung-agungkan karena kekuatannya.Dialah yang dianggap pelindung bagi
daun-daun lainnya dari badai, hujan, panas matahari yang terik, dan bahaya lainnya.
Suatu ketika datanglah musim kemarau yang panjang. Daun-daun di pohon kecil itu mulai layu karena tidak mendapat air dan makanan. Daun besar yang tadinya kuat dan besar mulai terlihat keriput. Ia berusaha melindungi daun-daun lainnya dari matahari yang bersinar sangat terik sehingga daun2 sahabatnya itu tidak kehilangan air lebih banyak lagi. Hari berganti hari, daun besar itu sudah sampai pada puncak usahanya. Ia mulai sobek-sobek sehingga sinar matahari mulai menembusnya. Ia mulai kehilangan kekuatannya dan daun-daun lainnya pun sudah mulai mengabaikannya karena ia tidak kuat lagi seperti dulu.
Beberapa hari kemudian daun besar itu merasa tidak kuat lagi akhirnya ia berkata kpd temannya : Teman2 aku tidak lagi mempunyai kekuatan untuk melindungi kalian, aku akan gugur. Selamat tinggal. Setelah berkata demikian akhirnya daun besar itu pun gugurlah. Musim kemarau terus berlanjut, daun-daun di pohon kecil itu saling bertahan untuk hidup. Mereka sama sekali sudah melupakan daun besar yang telah berjasa melindungi mereka sehingga mereka dapat bertahan sampai sekarang.
Musim kemarau tidak juga berakhir. Daun2 di pohon kecil itu sudah mulai kehilangan harapan.
Mereka merasa sangat kelaparan, kehausan dan akan mati. Di saat mereka putus asa, tiba-tiba dirasakan adanya air dan makanan dari tanah. Mereka terheran-heran akan adanya keajaiban itu. Setelah lama mencari, mereka menyadarinya. Mereka melihat bahwa daun besar itu membusuk dan menghasilkan air dan sari makanan bagi mereka. Akhirnya dengan air dan sari makanan dari daun besar tadi, daun daun di pohon kecil itu berhasil bertahan sampai musim hujan datang.
Daun-daun di pohon kecil itu sangat menyesal karena telah melupakan daun besar itu.
Padahal sampai akhir hayatnya daun besar itu tetap menjadi pahlawan bagi daun-daun lainnya.
Renungan bagi kita,
Janganlah menilai seseorang dengan penampilan dan kekuatannya.
Tuhan memberikan bantuan kepada kita melalui siapa saja bahkan melalui orang
yang kita anggap telah jatuh dan hina. Ingatlah rencana Tuhan itu ajaib
dan tidak pandang bulu terhadap semua hambanya.
Senin, 01 Februari 2010
CERITA KECIL
Begitu memasuki mobilnya, seorang direktur bertanya pd sopirnya, "Bagaimana kira2 cuaca hari ini?" Si sopir menjawab, "Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya sukai." Merasa penasaran dgn jawaban tersebut, direktur ini bertanya lagi, "Bagaimana kamu bisa begitu yakin?". Supirnya menjawab, "Begini, pak, saya sudah belajar bahwa saya tak selalu mendapatkan apa yg saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan". Jawaban singkat tadi merupakan wujud perasaan syukur. Syukur merupakan kualitas hati yg terpenting. Dgn bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.
Ada dua hal yg sering membuat kita tak bersyukur. Pertama, kita sering memfokuskan diri pd apa yg kita inginkan, bukan pada apa yg kita miliki. Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yg baik. Tapi Anda masih merasa kurang. Pikiran Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yg lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yg kita miliki kita tak pernah menjadi "kaya" dlm arti sesungguhnya.
Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang "kaya". Orang yang "kaya" bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup. Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan.
Seorang pengarang pernah mengatakan, "Menikahlah dgn orang yg Anda cintai, setelah itu cintailah orang yg Anda nikahi." Ini perwujudan rasa syukur. Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yg mengeluh karena tak dpt membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yg tak mempunyai kaki, tp ttp ceria karena masih bisa mempergunakan tangannya. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai mengucap syukur.
Hal kedua yg sering membuat kita tak bersyukur adalah adanya kecenderungan membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita. Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri. Hidup akan lebih bahagia kalau kita dpt menikmati apa yg kita miliki.Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yg tertinggi.
Ada dua hal yg sering membuat kita tak bersyukur. Pertama, kita sering memfokuskan diri pd apa yg kita inginkan, bukan pada apa yg kita miliki. Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yg baik. Tapi Anda masih merasa kurang. Pikiran Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yg lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yg kita miliki kita tak pernah menjadi "kaya" dlm arti sesungguhnya.
Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang "kaya". Orang yang "kaya" bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup. Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan.
Seorang pengarang pernah mengatakan, "Menikahlah dgn orang yg Anda cintai, setelah itu cintailah orang yg Anda nikahi." Ini perwujudan rasa syukur. Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yg mengeluh karena tak dpt membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yg tak mempunyai kaki, tp ttp ceria karena masih bisa mempergunakan tangannya. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai mengucap syukur.
Hal kedua yg sering membuat kita tak bersyukur adalah adanya kecenderungan membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita. Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri. Hidup akan lebih bahagia kalau kita dpt menikmati apa yg kita miliki.Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yg tertinggi.
APA PENYEBAB PENYAKIT
Kalau keabadian itu ada, Aku ingin tak mati. Akan tetapi tidak ada keabadian di dunia ini.
Dr. Harldson Hoffen, seorang dokter di sebuah rumah sakit (Mei), suatu ketika mempresentasikan hasil risetnya di depan lembaga Amerika untuk para dokter, ahli bedah dan kalangan industriawan. Saat itu ia mengatakan bahwa ia telah meneliti kondisi 176 pekerja. Usia mereka rata rata 44 thn. Ternyata lebih dari sepertiga para pekerja itu menderita satu dari tiga penyakit yg disebabkan oleh ketegangan saraf. Tiga penyakit itu adalah kerusakan jantung, infeksi lambung dan tekanan darah.
Yang demikian itu terjadi saat mereka belum sampai 45 tahun. Apakah orang yang membayar keberhasilannya dengan infeksi lambung dan kerusakan jantung bisa dianggap sebagai orang yg sukses? Apa gunanya mengumpulkan dunia dengan mengorbankan kesehatannya? Walaupun seseorang memiliki dunia seluruhnya, dia tidak dapat tidur kecuali di atas satu tempat tidur saja. Dia pun tidak bisa makan kecuali tiga kali sehari. Lalu apa bedanya antara dia dgn kuli bangunan?
Bahkan boleh jadi para kuli bangunan itu bisa tidur lebih nyenyak dan lebih lahab menikmati makanan ketimbang para bisnisman yang memiliki kedudukan. Dr. W.S. Fritz mengatakan : "4 dari 5 orang yg sakit tidak disebabkan oleh kerusakan fisik, tapi penyakit mereka ditimbulkan oleh ketakutan, gelisah, kebencian, ketidakmampuan menyesuaikan diri dgn kehidupan.
Kita tidak kuasa mengubah masa lalu dan melukis masa depan sesuai dgn keinginan kita. Lalu, mengapa kita membunuh diri sendiri dgn bersedih atas sesuatu yg tidak mungkin kita ubah.
Dr. Harldson Hoffen, seorang dokter di sebuah rumah sakit (Mei), suatu ketika mempresentasikan hasil risetnya di depan lembaga Amerika untuk para dokter, ahli bedah dan kalangan industriawan. Saat itu ia mengatakan bahwa ia telah meneliti kondisi 176 pekerja. Usia mereka rata rata 44 thn. Ternyata lebih dari sepertiga para pekerja itu menderita satu dari tiga penyakit yg disebabkan oleh ketegangan saraf. Tiga penyakit itu adalah kerusakan jantung, infeksi lambung dan tekanan darah.
Yang demikian itu terjadi saat mereka belum sampai 45 tahun. Apakah orang yang membayar keberhasilannya dengan infeksi lambung dan kerusakan jantung bisa dianggap sebagai orang yg sukses? Apa gunanya mengumpulkan dunia dengan mengorbankan kesehatannya? Walaupun seseorang memiliki dunia seluruhnya, dia tidak dapat tidur kecuali di atas satu tempat tidur saja. Dia pun tidak bisa makan kecuali tiga kali sehari. Lalu apa bedanya antara dia dgn kuli bangunan?
Bahkan boleh jadi para kuli bangunan itu bisa tidur lebih nyenyak dan lebih lahab menikmati makanan ketimbang para bisnisman yang memiliki kedudukan. Dr. W.S. Fritz mengatakan : "4 dari 5 orang yg sakit tidak disebabkan oleh kerusakan fisik, tapi penyakit mereka ditimbulkan oleh ketakutan, gelisah, kebencian, ketidakmampuan menyesuaikan diri dgn kehidupan.
Kita tidak kuasa mengubah masa lalu dan melukis masa depan sesuai dgn keinginan kita. Lalu, mengapa kita membunuh diri sendiri dgn bersedih atas sesuatu yg tidak mungkin kita ubah.
AMBIL ATAU BERSIAP KEHILANGAN
Dalam sebuah kelas pelatihan, saya mengambil selembar kertas polos kemudian
menggunting-guntingnya menjadi beberapa bagian. Ada guntingan besar ada juga yang kecil.
Tapi jumlahnya sengaja saya buat tak sama dengan jumlah peserta dalam kelas itu,
dua puluh orang. Kemudian saya meminta kepada peserta untuk mengambil
masing-masing satu guntingan kertas yang tersedia di meja depan.
"Silahkan ambil satu!" demikian instruksi yang saya berikan.
Dapat diduga, ada yang antusias maju dengan gerak cepat dan mengambil bagiannya,
ada yang berjalan santai, ada juga yang meminta bantuan temannya untuk mengambilkan.
Dua tiga orang bahkan terlihat bermalasan untuk mengambil, mereka berpikir toh semuanya kebagian guntingan kertas tersebut. Hasilnya? Empat orang terakhir tak mendapatkan guntingan kertas. Delapan orang pertama ke depan mendapatkan guntingan besar-besar, yang berjalan santai dan yang meminta diambilkan harus rela mendapatkan yang kecil. Lalu saya katakana kepada mereka, "inilah hidup. Anda ambil kesempatan yang tersedia atau Anda akan kehilangan kesempatan itu. Anda tak melakukannya, akan banyak orang lain yang melakukannya".
Pagi ini di kereta saya mendapati seorang wanita hamil yang berdiri agak jauh. Saya sempat berpikir bahwa orang yang paling dekat lah yang `wajib' memberinya tempat duduk. Tapi sedetik kemudian saya bangun dan segera memanggil ibu itu untuk duduk. Ini perbuatan baik, jika saya tak mengambil kesempatan ini orang lainlah yang melakukannya. Dan belum tentu esok hari saya masih memiliki kesempatan seperti ini.
Soal rezeki misalnya, saya percaya ia tak pernah datang sendiri menghampiri orang-orang yang lelap tertidur meski matahari sudah terik. "Bangun pagi, rezekinya dipatok ayam tuh!" Orang tua dulu sering berucap seperti itu. Dan entah kenapa hingga detik ini saya tak pernah bisa menyanggah ucapan orangtua perihal rezeki itu. Saya percaya bahwa orang-orang yang lebih cepat berupaya meraihnya lah yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan rezeki yang lebih banyak. Sementara mereka yang bersantai-santai atau bahkan bermalas-malasan,
terdapat kemungkinan kehabisan rezeki.
Contoh kecil, datanglah terlambat dari jam kantor Anda yang semestinya. Perusahaan
tidak hanya akan mengurangi gaji Anda akibat keterlambatan Anda, bahkan kinerja Anda dianggap minus dan itu mempengaruhi penilaian perusahaan terhadap Anda. Bisa jadi Anda tidak mendapatkan promosi tahun ini, sementara rekan Anda yang tak pernah terlambat lebih berpeluang. Saya sering mendengar teman saya berkomentar negatif tentang apa yang dikerjakan orang lain, "Ah, kalau cuma tulisan begini sih saya juga bisa melakukannya" atau "Saya bisa
melakukan yang lebih baik dari orang itu". Kepadanya saya katakan, saya yakin Anda bisa melakukannya. Masalahnya, sejak tadi saya hanya melihat Anda terus berbicara dan tak melakukan apa pun.
Sementara orang-orang di luar sana langsung berbuat tanpa perlu banyak bicara. Buktikan, jika Anda sanggup! Terus berbicara dan mengomentari hasil kerja orang lain tidak akan membuat Anda diakui keberadaannya. Hanya orang-orang yang berbuatlah yang diakui keberadaannya. Kepada peserta di kelas pelatihan tersebut saya jelaskan, simulasi tadi juga berlaku untuk urusan ibadah. Saya tidak berhak mengatakan bahwa orang yang lebih tepat waktu akan mendapatkan pahala lebih besar, karena itu hak Allah dan juga tergantung dengan kualitas ibadahnya itu sendiri.
Tapi bukankah setiap orang tua akan lebih menyukai anaknya yang tanggap dan cepat menghampiri ketika dipanggil ketimbang anak lainnya yang menunda-nunda? Jika demikian, buatlah Allah suka kepada Anda. Karena suka mungkin saja awal dari cinta. Semoga.
menggunting-guntingnya menjadi beberapa bagian. Ada guntingan besar ada juga yang kecil.
Tapi jumlahnya sengaja saya buat tak sama dengan jumlah peserta dalam kelas itu,
dua puluh orang. Kemudian saya meminta kepada peserta untuk mengambil
masing-masing satu guntingan kertas yang tersedia di meja depan.
"Silahkan ambil satu!" demikian instruksi yang saya berikan.
Dapat diduga, ada yang antusias maju dengan gerak cepat dan mengambil bagiannya,
ada yang berjalan santai, ada juga yang meminta bantuan temannya untuk mengambilkan.
Dua tiga orang bahkan terlihat bermalasan untuk mengambil, mereka berpikir toh semuanya kebagian guntingan kertas tersebut. Hasilnya? Empat orang terakhir tak mendapatkan guntingan kertas. Delapan orang pertama ke depan mendapatkan guntingan besar-besar, yang berjalan santai dan yang meminta diambilkan harus rela mendapatkan yang kecil. Lalu saya katakana kepada mereka, "inilah hidup. Anda ambil kesempatan yang tersedia atau Anda akan kehilangan kesempatan itu. Anda tak melakukannya, akan banyak orang lain yang melakukannya".
Pagi ini di kereta saya mendapati seorang wanita hamil yang berdiri agak jauh. Saya sempat berpikir bahwa orang yang paling dekat lah yang `wajib' memberinya tempat duduk. Tapi sedetik kemudian saya bangun dan segera memanggil ibu itu untuk duduk. Ini perbuatan baik, jika saya tak mengambil kesempatan ini orang lainlah yang melakukannya. Dan belum tentu esok hari saya masih memiliki kesempatan seperti ini.
Soal rezeki misalnya, saya percaya ia tak pernah datang sendiri menghampiri orang-orang yang lelap tertidur meski matahari sudah terik. "Bangun pagi, rezekinya dipatok ayam tuh!" Orang tua dulu sering berucap seperti itu. Dan entah kenapa hingga detik ini saya tak pernah bisa menyanggah ucapan orangtua perihal rezeki itu. Saya percaya bahwa orang-orang yang lebih cepat berupaya meraihnya lah yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan rezeki yang lebih banyak. Sementara mereka yang bersantai-santai atau bahkan bermalas-malasan,
terdapat kemungkinan kehabisan rezeki.
Contoh kecil, datanglah terlambat dari jam kantor Anda yang semestinya. Perusahaan
tidak hanya akan mengurangi gaji Anda akibat keterlambatan Anda, bahkan kinerja Anda dianggap minus dan itu mempengaruhi penilaian perusahaan terhadap Anda. Bisa jadi Anda tidak mendapatkan promosi tahun ini, sementara rekan Anda yang tak pernah terlambat lebih berpeluang. Saya sering mendengar teman saya berkomentar negatif tentang apa yang dikerjakan orang lain, "Ah, kalau cuma tulisan begini sih saya juga bisa melakukannya" atau "Saya bisa
melakukan yang lebih baik dari orang itu". Kepadanya saya katakan, saya yakin Anda bisa melakukannya. Masalahnya, sejak tadi saya hanya melihat Anda terus berbicara dan tak melakukan apa pun.
Sementara orang-orang di luar sana langsung berbuat tanpa perlu banyak bicara. Buktikan, jika Anda sanggup! Terus berbicara dan mengomentari hasil kerja orang lain tidak akan membuat Anda diakui keberadaannya. Hanya orang-orang yang berbuatlah yang diakui keberadaannya. Kepada peserta di kelas pelatihan tersebut saya jelaskan, simulasi tadi juga berlaku untuk urusan ibadah. Saya tidak berhak mengatakan bahwa orang yang lebih tepat waktu akan mendapatkan pahala lebih besar, karena itu hak Allah dan juga tergantung dengan kualitas ibadahnya itu sendiri.
Tapi bukankah setiap orang tua akan lebih menyukai anaknya yang tanggap dan cepat menghampiri ketika dipanggil ketimbang anak lainnya yang menunda-nunda? Jika demikian, buatlah Allah suka kepada Anda. Karena suka mungkin saja awal dari cinta. Semoga.
Minggu, 31 Januari 2010
BELAJAR MENAKLUKAN DIRI SENDIRI
Dalam hidup ini, bahagia tidaknya kita, kita sendiri yang akan menentukan.
Hanya karena kebodohan, kita dibayangi oleh rasa kekhawatiran
dan rasa takut yang sebenarnya tidak perlu ada.
Berhati lurus adalah menjaga hati dan pikiran agar tidak mudah goyah oleh godaan.
Bagi yang berkepribadian lemah dan berjiwa rapuh akan mudah tergoda
pada kesenangan duniawi.
Mata kita hanya melihat benda-benda yang indah,
telinga kita hanya akan mendengar suara yang merdu,
dan lidah hanya mau mencicipi makanan yang lezat.
Tubuh menjadi manja, dan pikiran mengembara ke mana-mana
tanpa dapat dikendalikan.
Orang bijak mengatakan bahwa perang yang tidak ada habisnya adalah perang
melawan diri sendiri. Musuh yang paling sulit ditaklukkan adalah diri sendiri.
Hati yang bercabang ibarat kuda yang lepas dari kendali. Karena itu
kita harus menjaga keseimbangan hati dan pikiran kita. Hindari pikiran yang menyesatkan, karena nantinya akan menimbulkan malapetaka bagi diri sendiri.
Bila kita ingin menuai benih kebahagiaan, taburlah benih kebaikan.
Kita mulai dengan menanam bibit-bibit kebaikan, mencabut rumput-rumput ketamakan, kebencian, iri hati, mengairinya dengan ketabahan dan kemurahan hati,
serta menyuburkannya dengan memberi pupuk perilaku yang berbudi.
Dengan begitu, sudah sepantasnya kita menikmati hasil panen yang memuaskan.
Hanya karena kebodohan, kita dibayangi oleh rasa kekhawatiran
dan rasa takut yang sebenarnya tidak perlu ada.
Berhati lurus adalah menjaga hati dan pikiran agar tidak mudah goyah oleh godaan.
Bagi yang berkepribadian lemah dan berjiwa rapuh akan mudah tergoda
pada kesenangan duniawi.
Mata kita hanya melihat benda-benda yang indah,
telinga kita hanya akan mendengar suara yang merdu,
dan lidah hanya mau mencicipi makanan yang lezat.
Tubuh menjadi manja, dan pikiran mengembara ke mana-mana
tanpa dapat dikendalikan.
Orang bijak mengatakan bahwa perang yang tidak ada habisnya adalah perang
melawan diri sendiri. Musuh yang paling sulit ditaklukkan adalah diri sendiri.
Hati yang bercabang ibarat kuda yang lepas dari kendali. Karena itu
kita harus menjaga keseimbangan hati dan pikiran kita. Hindari pikiran yang menyesatkan, karena nantinya akan menimbulkan malapetaka bagi diri sendiri.
Bila kita ingin menuai benih kebahagiaan, taburlah benih kebaikan.
Kita mulai dengan menanam bibit-bibit kebaikan, mencabut rumput-rumput ketamakan, kebencian, iri hati, mengairinya dengan ketabahan dan kemurahan hati,
serta menyuburkannya dengan memberi pupuk perilaku yang berbudi.
Dengan begitu, sudah sepantasnya kita menikmati hasil panen yang memuaskan.
KISAH CINTA SEJATI LANGIT DAN LAUT
Dahulu kala, langit dan laut saling jatuh cinta.
Mereka sama-sama saling menyukai satu sama lain.
Saking sukanya laut terhadap langit, warna laut sama dengan langit.
Saking sukanya langit terhadap laut, warna langit sama dengan laut.
Setiap senja datang, si laut dengan lembut sekali membisikkan
"aku cinta padamu" ke telinga langit. Setiap langit mendengar bisikan penuh cinta laut pun,
langit tidak menjawab apa-apa, hanya tersipu-sipu malu wajahnya semburat kemerahan.
Suatu hari, datang awan... Begitu melihat kecantikan si langit, a
wan seketika itu juga jatuh hati terhadap langit.
Tentu saja langit hanya mencintai laut, setiap hari hanya melihat laut saja.
Awan sedih tapi tak putus asa, mencari cara dan akhirnya menemukan akal bulus.
Awan mengembangkan dirinya sebesar mungkin dan menyusup
ke tengah-tengah langit dan laut,
menghalangi pandangan langit dan laut terhadap satu sama lain.
Laut merasa marah karena tidak bisa melihat langit, sehingga
dengan gelombangnya laut berusaha menyibak awan yang mengganggu pandangannya.
Tapi, tentu saja, tidak berhasil. Lalu datanglah angin yang sejak dulu
mengetahui hubungan laut dan langit. Angin merasa harus membantu mereka
menyingkirkan awan yang mengganggu. Dengan tiupan keras dan kuat, angin meniup awan.
Awan terbagi-bagi menjadi banyak bagian, sehingga tidak bisa lagi melihat langit dengan jelas, tidak bisa lagi berusaha mengungkapkan perasaan terhadap langit.
Sehingga ketika merasa tersiksa dengan perasaan cinta terhadap langit,
awan menangis sedih.
Hingga sekarang, kasih antara langit dan laut tidak terpisahkan.
Kita juga bisa melihat di mana mereka menjalin kasih.
Setiap memandang ke ujung laut,
di mana ada satu garis antara laut dan langit,
di situlah mereka sedang pacaran.
Mereka sama-sama saling menyukai satu sama lain.
Saking sukanya laut terhadap langit, warna laut sama dengan langit.
Saking sukanya langit terhadap laut, warna langit sama dengan laut.
Setiap senja datang, si laut dengan lembut sekali membisikkan
"aku cinta padamu" ke telinga langit. Setiap langit mendengar bisikan penuh cinta laut pun,
langit tidak menjawab apa-apa, hanya tersipu-sipu malu wajahnya semburat kemerahan.
Suatu hari, datang awan... Begitu melihat kecantikan si langit, a
wan seketika itu juga jatuh hati terhadap langit.
Tentu saja langit hanya mencintai laut, setiap hari hanya melihat laut saja.
Awan sedih tapi tak putus asa, mencari cara dan akhirnya menemukan akal bulus.
Awan mengembangkan dirinya sebesar mungkin dan menyusup
ke tengah-tengah langit dan laut,
menghalangi pandangan langit dan laut terhadap satu sama lain.
Laut merasa marah karena tidak bisa melihat langit, sehingga
dengan gelombangnya laut berusaha menyibak awan yang mengganggu pandangannya.
Tapi, tentu saja, tidak berhasil. Lalu datanglah angin yang sejak dulu
mengetahui hubungan laut dan langit. Angin merasa harus membantu mereka
menyingkirkan awan yang mengganggu. Dengan tiupan keras dan kuat, angin meniup awan.
Awan terbagi-bagi menjadi banyak bagian, sehingga tidak bisa lagi melihat langit dengan jelas, tidak bisa lagi berusaha mengungkapkan perasaan terhadap langit.
Sehingga ketika merasa tersiksa dengan perasaan cinta terhadap langit,
awan menangis sedih.
Hingga sekarang, kasih antara langit dan laut tidak terpisahkan.
Kita juga bisa melihat di mana mereka menjalin kasih.
Setiap memandang ke ujung laut,
di mana ada satu garis antara laut dan langit,
di situlah mereka sedang pacaran.
kesabaran untuk belajar
Seorang anak muda mengunjungi seorang ahli permata dan menyatakan maksudnya
untuk berguru. Ahli permata itu menolak pada mulanya, karena dia kuatir anak muda itu
tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk belajar. Anak muda itu memohon dan memohon sehingga akhirnya ahli permata itu menyetujui permintaannya.
"Datanglah ke sini besok pagi." katanya.
Keesokan harinya, ahli permata itu meletakkan sebuah batu berlian
di atas tangan si anak muda dan memerintahkan untuk menggenggamnya.
Ahli permata itu meneruskan pekerjaannya dan meninggalkan anak muda itu
sendirian sampai sore.
Hari berikutnya, ahli permata itu kembali menyuruh anakmuda itu menggenggam
batu yang sama dan tidak mengatakanapa pun yang lain sampai sore harinya.
Demikian juga pada hari ketiga, keempat, dan kelima.
Pada hari keenam, anak muda itu tidak tahan lagi dan bertanya,
"Guru, kapan saya akan diajarkan sesuatu?"
Gurunya berhenti sejenak dan menjawab,
"Akan tiba saatnya nanti," dan kembali meneruskan pekerjaannya.
Beberapa hari kemudian, anak muda itu mulai merasa frustrasi.
Ahli permata itu memanggilnya dan meletakkan sebuah batu ke tangan pemuda itu.
Anak muda frustrasi itu sebenarnya sudah hendak menumpahkan semua kekesalannya,
tetapi ketika batu itu diletakkan di atas tangannya, anak muda itu langsung berkata,
"Ini bukan batu yang sama!" "Lihatlah, kamu sudah belajar," kata gurunya.
Renungan :
Hidup mengajari kita secara diam-diam.
Semakin kesal kitapada hidup ini semakin jauh kita darinya.
Tiada yang lebihbaik kita lakukan pada hidup ini selain kita belajar dengan sabar
untuk menerima apa adanya.
untuk berguru. Ahli permata itu menolak pada mulanya, karena dia kuatir anak muda itu
tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk belajar. Anak muda itu memohon dan memohon sehingga akhirnya ahli permata itu menyetujui permintaannya.
"Datanglah ke sini besok pagi." katanya.
Keesokan harinya, ahli permata itu meletakkan sebuah batu berlian
di atas tangan si anak muda dan memerintahkan untuk menggenggamnya.
Ahli permata itu meneruskan pekerjaannya dan meninggalkan anak muda itu
sendirian sampai sore.
Hari berikutnya, ahli permata itu kembali menyuruh anakmuda itu menggenggam
batu yang sama dan tidak mengatakanapa pun yang lain sampai sore harinya.
Demikian juga pada hari ketiga, keempat, dan kelima.
Pada hari keenam, anak muda itu tidak tahan lagi dan bertanya,
"Guru, kapan saya akan diajarkan sesuatu?"
Gurunya berhenti sejenak dan menjawab,
"Akan tiba saatnya nanti," dan kembali meneruskan pekerjaannya.
Beberapa hari kemudian, anak muda itu mulai merasa frustrasi.
Ahli permata itu memanggilnya dan meletakkan sebuah batu ke tangan pemuda itu.
Anak muda frustrasi itu sebenarnya sudah hendak menumpahkan semua kekesalannya,
tetapi ketika batu itu diletakkan di atas tangannya, anak muda itu langsung berkata,
"Ini bukan batu yang sama!" "Lihatlah, kamu sudah belajar," kata gurunya.
Renungan :
Hidup mengajari kita secara diam-diam.
Semakin kesal kitapada hidup ini semakin jauh kita darinya.
Tiada yang lebihbaik kita lakukan pada hidup ini selain kita belajar dengan sabar
untuk menerima apa adanya.
Langganan:
Postingan (Atom)